Kemampuan olah vokalnya cukup memberi warna dunia tarik suara negeri ini. Wajah cantik dengan tubuh sintal, mendukung performance-nya sebagai entertainer. Cara berpikirnya yang dewasa membuat kagum lawan bicaranya. Tapi kenapa masih terkesan sebagai anak mami? Padahal bicara soal keperawanan dia cukup fasih? Apalagi ketika terpikirkan untuk menikah di usia muda. Adalah wajar ketika dia merasa memiliki kemampuan berolah seni. Maklum, di lingkungan keluarga, dunia seni bukan sesuatu yang asing. Namun ketika keinginan itu diutarakan seorang bocah cilik yang memiliki sifat pemalu, orangtua mana yang langsung percaya? Ujug-ujug bergegas menyalurkan keinginan anak, sang papa malah menganggapnya sebagai sebuah lelucon dari buah hatinya akibat pengaruh budaya menonton televisi.
Uniknya, kelak, televisi memang diakui turut berpengaruh pada diri bocah cilik yang telah tumbuh menjadi gadis dewasa dan turut memberi warna bagi peta musik di negeri ini. Dialah Ika Putri yang pada tahun 2001, bersama penyanyi muda berbakat lainnya, Adjeng, turut mengharumkan nama negeri ini setelah meraih penghargaan Silver Prize (kategori solo) dan Best Stage Image Performance (kategori grup/duo) pada Shanghai Music Festival, China.
“Inginnya sih cuma masuk TV saja,” kenang Ika yang waktu itu belum genap berusia enam tahun.Ika lalu bercerita bagaimana dia tak bisa diam ketika Enno Lerian kecil berlenggak-lenggok menyanyikan lagu ‘Semut-Semut Kecil’. Sejak itu Ika pun seakan menorehkan tekad menjadi penyanyi dan berharap bisa masuk televisi. Namun keinginan itu tak segera terkabul lantaran orangtuanya merasa tak yakin dengan kemampuan anaknya. “Papa baru yakin ketika temannya memberi tahu kalau aku memiliki bakat di bidang tarik suara,” Ika mengenang.
Menyadari anaknya punya kemampuan dan bakat, akhirnya orangtua Ika mengasahnya dengan telaten dan teratur. “Lucunya, aku kemudian malah menekuni dunia model dan bergabung dengan sebuah agensi modeling di Surabaya,” imbuhnya.
“Tetapi kenapa akhirnya kamu memilih menyanyi?”
“Aku sadar diri, lagi pula fisikku tidak terlalu tinggi. Kalau di model ada peralihan usia dan bentuk tubuh. Kalau kita tidak bisa merawat tubuh, ya, sudah, lewat. Alasan lain, menyanyi lebih fleksibel. Kalau lagi marah aku bisa nyanyi, sedih juga bisa nyanyi. Kalau di model nggak bisa. Aku juga kepengen jadi diri sendiri juga, lebih enjoy.”
Boleh jadi pilihan itu tepat. Bagaimanapun, tinggi dan postur tubuh yang ideal seorang model sangat berpengaruh bagi karier model yang bersangkutan. Jangankan untuk bersaing di tingkat internasional, di tingkat nasional pun sulit. Toh setelah menjalaninya selama empat tahun, semenjak kelas satu SMP hingga kelas satu SMA, prestasi sebagai Duta Pariwisata Kota Surabaya yang diraih pada 2003 boleh dibilang sebagai puncak prestasi.
Uniknya, kelak, televisi memang diakui turut berpengaruh pada diri bocah cilik yang telah tumbuh menjadi gadis dewasa dan turut memberi warna bagi peta musik di negeri ini. Dialah Ika Putri yang pada tahun 2001, bersama penyanyi muda berbakat lainnya, Adjeng, turut mengharumkan nama negeri ini setelah meraih penghargaan Silver Prize (kategori solo) dan Best Stage Image Performance (kategori grup/duo) pada Shanghai Music Festival, China.
“Inginnya sih cuma masuk TV saja,” kenang Ika yang waktu itu belum genap berusia enam tahun.Ika lalu bercerita bagaimana dia tak bisa diam ketika Enno Lerian kecil berlenggak-lenggok menyanyikan lagu ‘Semut-Semut Kecil’. Sejak itu Ika pun seakan menorehkan tekad menjadi penyanyi dan berharap bisa masuk televisi. Namun keinginan itu tak segera terkabul lantaran orangtuanya merasa tak yakin dengan kemampuan anaknya. “Papa baru yakin ketika temannya memberi tahu kalau aku memiliki bakat di bidang tarik suara,” Ika mengenang.
Menyadari anaknya punya kemampuan dan bakat, akhirnya orangtua Ika mengasahnya dengan telaten dan teratur. “Lucunya, aku kemudian malah menekuni dunia model dan bergabung dengan sebuah agensi modeling di Surabaya,” imbuhnya.
“Tetapi kenapa akhirnya kamu memilih menyanyi?”
“Aku sadar diri, lagi pula fisikku tidak terlalu tinggi. Kalau di model ada peralihan usia dan bentuk tubuh. Kalau kita tidak bisa merawat tubuh, ya, sudah, lewat. Alasan lain, menyanyi lebih fleksibel. Kalau lagi marah aku bisa nyanyi, sedih juga bisa nyanyi. Kalau di model nggak bisa. Aku juga kepengen jadi diri sendiri juga, lebih enjoy.”
Boleh jadi pilihan itu tepat. Bagaimanapun, tinggi dan postur tubuh yang ideal seorang model sangat berpengaruh bagi karier model yang bersangkutan. Jangankan untuk bersaing di tingkat internasional, di tingkat nasional pun sulit. Toh setelah menjalaninya selama empat tahun, semenjak kelas satu SMP hingga kelas satu SMA, prestasi sebagai Duta Pariwisata Kota Surabaya yang diraih pada 2003 boleh dibilang sebagai puncak prestasi.